PERSPEKTIF POSITIVISME KEDUDUKAN HUKUM PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG YANG TELAH DICABUT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Authors

  • Lia Riesta Dewi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

DOI:

https://doi.org/10.59635/jihk.v7i1.46

Abstract

MK RI mengeluarkan putusan yang mencabut UU dan memberlakukan kembali UU yang telah dicabut oleh DPR RI yaitu Putusan Nomor 022/PUU-I/2003 tentang Ketentuan ’Unbunding’ dan Penguasaan Negara Terhadap Cabang Produksi Listrik, Putusan Nomor 28/PUU-XI/2013 tentang Perkoperasian dan Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Sumber Daya Air. Identifikasi masalah dari artikel ini adalah bagaimanakah kedudukan hukum Undang-Undang yang telah dicabut Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan bagaimanakah peran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.  Kesimpulan Kedudukan hukum merupakan status atau posisi dimana suatu hukum itu berada. Mahkamah Konstitusi adalah Lembaga peradilan yang memiliki kekhususan yaitu hanya UUD NRI 1945 yang dijadikan pedoman berbeda dengan peradilan yang lain yang berpedoman kepada Undang.Undang. Kedudukan hukum berlakunya undang-undang yang telah dicabut oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tidak bertentangan dengan Lampiran II huruf C angka 229 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dikarenakan hal tersebut untuk menghindari kekosongan hukum dan dasar hukum yang dijadikan pedoman oleh Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara adalah Undang-Undang Dasar bukan Undang-Undang. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memiliki peran penting untuk membentuk RUU yang baru mengenai RUU Ketenagalistrikan, RUU tentang Perkoperasian dan RUU Sumber Daya Air.

Author Biography

Lia Riesta Dewi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

MK RI mengeluarkan putusan yang mencabut UU dan memberlakukan kembali UU yang telah dicabut oleh DPR RI yaitu Putusan Nomor 022/PUU-I/2003 tentang Ketentuan ’Unbunding’ dan Penguasaan Negara Terhadap Cabang Produksi Listrik, Putusan Nomor 28/PUU-XI/2013 tentang Perkoperasian dan Putusan Nomor 85/PUU-XI/2013 Tentang Sumber Daya Air. Identifikasi masalah dari artikel ini adalah bagaimanakah kedudukan hukum Undang-Undang yang telah dicabut Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan bagaimanakah peran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.  Kesimpulan Kedudukan hukum merupakan status atau posisi dimana suatu hukum itu berada. Mahkamah Konstitusi adalah Lembaga peradilan yang memiliki kekhususan yaitu hanya UUD NRI 1945 yang dijadikan pedoman berbeda dengan peradilan yang lain yang berpedoman kepada Undang.Undang. Kedudukan hukum berlakunya undang-undang yang telah dicabut oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pasca putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tidak bertentangan dengan Lampiran II huruf C angka 229 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dikarenakan hal tersebut untuk menghindari kekosongan hukum dan dasar hukum yang dijadikan pedoman oleh Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara adalah Undang-Undang Dasar bukan Undang-Undang. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memiliki peran penting untuk membentuk RUU yang baru mengenai RUU Ketenagalistrikan, RUU tentang Perkoperasian dan RUU Sumber Daya Air.

Downloads

Published

2020-03-01

How to Cite

Lia Riesta Dewi. (2020). PERSPEKTIF POSITIVISME KEDUDUKAN HUKUM PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG YANG TELAH DICABUT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. Jurnal Ilmiah Hukum Dan Keadilan, 7(1), 63-79. https://doi.org/10.59635/jihk.v7i1.46