PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
DOI:
https://doi.org/10.59635/jihk.v6i2.66Keywords:
Penyertaan, Tindak Pidana, KorupsiAbstract
Tindak pidana korupsi selalu melibatkan seseorang atau lebih yang dalam perspektif hukum pidana merupakan penyertaan atau turut serta melakukan tindak pidana. Dalam meningkatkan pengakuan tentang “Penyertaan dalam Tindak Pidana” menurut Hukum Pidana di Indonesia, maka dibuka wacana yang lebih dalam tentang “elemen penyertaan” dalam kasus Tindak Pidana Korupsi untuk pelajar, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan tentang penyertaan dalam tindak pdana menurut Hukum Pidana di Indonesia, serta untuk mengetahui sejauh mana perbuatan seesorang dapat dikatakan sebagai penyertaan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Penegak Hukum atau orang biasa. Hasil penelitian menunjukan: 1) Ajaran penyertaan merupaan ajaran yang memperluas dapat dipidananya orang yang tersangkut dalam timbulnya suatu perbuatan pidana. Karena sebelum seseorang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, orang itu harus sudah melakukan perbuatan pidana. Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP yang berarti bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Secara skematis untuk meminta pertanggungjawaban pidana kepada pembuat delik atau pidana dibagi menjadi 2 (dua) yakni pertama, penanggungjawab penuh dan kedua, penanggungjawab sebagian. Penanggungjawab penuh sanksi pidana adalah mereka yang tergolong dader sebagai penanggungjawab mandiri; mededader sebagai penanggungjawab bersama; medeplegen sebagai penanggungjawab serta; doen plegen sebagai penanggung-jawab penyuruh; dan uitlokken sebagai penanggungjawab pembujuk atau perencana. Sedangkan penanggungjawab sebagian adalah mereka yang tergolong sebagai poger sebagai penanggungjawab percobaan: perbuatan pidana dan medeplichtige sebagai penanggungjawab pemberi bantuan dalaam melakukan perbuatan pidana; 2) Dalam hukum pidana khususnya korupsi ini berarti, masalah pertanggungjawaban pidana bermula pada ajaran tentang perbuatan pidana dan Ajaran Penyertaan Pidana. Seperti dikatakan Druff, “substantive questions about the proper foundations and scope of criminal liability seem to connect with questions about the concept of action.” (pertanyaan substantif mengenai pondasi layak dan ruang lingkup pertanggungjawaban pidana rupanya berkaitan dengan pertanyaan mengenai konsep perbuatan). Jadi, masalah fundamental dan spektrum pertanggungjawaban pidana korupsi amat berkaitan erat dengan persoalan berkisar mengenai perbuatan pidana dan penyertaan perbuatan pidana.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2019 Jurnal Ilmiah Hukum dan Keadilan
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.